PENSIL DIANTARA PULPEN
Tidak pernah memilih menjadi beda, dan
tidak pernah ingin merasa beda. Tapi menjadi bahan omongan adalah hal yang
tidak bisa dihindari sehingga menjadikan aku bertanya-tanya pada diri sendiri, iya yah, kenapa aku seperti itu padahal yang
lainnya tidak?
Lahir dari keluarga yang HAMPIR semua
berprofesi sebagai tenaga pendidik membuat aku punya beban tersendiri. Ibuku
guru SMK jurusan listrik, Ayahku dosen teknik, Tanteku juga dosen, Omku guru,
ada yang guru SMA, ada juga guru TK. Kakakku, sepertinya jika diminta menjadi
dosen, ia akan setuju, tapi nyatanya Ia akan menjadi dokter. Adikku, entah
ingin menjadi apa, yang jelas Ia sangat suka mempelajari teknologi, dan
cita-citanya kuliah di Jepang.
Aku? Haha. Bermimpi masuk sekolah
seni, tapi ternyata ditempatkan pada “tempat yang sama” meskipun tahu “tempat
yang berbeda” adalah tempat yang tepat. Aku dilahirkan sebagai anak tengah yang
sangat suka menggambar, melukis, tangannya lincah membuat kerajinan sehingga
sekarang punya usaha perkadoan. Bahkan, setelah menjadi mahasiswa Biologi, aku
malah mendalami seni paper quilling,
cutting paper, felt flower, paper art pop up, scrapbook, belajar menggambar
agar lebih baik, mengoleksi berbagai jenis cat, kuas, dan sebagainya. Setelah
semua kemampuan dan usahaku itu, kenapa setiap aku pulang kampung, keluargaku
masih terus bertanya,
“Mau lanjut S2 dimana? Pertanian aja,
kan S1 nya biologi.”
“Cie, harus jadi penerus Ayahmu yah,
jadi dosen yah!”
“Wow jangan kalah sama Ayahmu, kamu
juga harus kuliah sampai Profesor!”
“Kalau berbisnis itu tidak ada yang
pasti, mending jadi dosen, gajinya terjamin.”
Pada akhirnya aku cuman jawab, “Hehehe..
he...”
Tidak ingin terlihat menolak karena
pasti akan sangat menyakiti hati orangtua, tapi memaksakan untuk sama dengan
ketertarikan mereka ternyata membuatku semakin yakin bahwa aku ini berbeda di dalam
keluargaku. Maka terkutuklah aku, sebab
aku ingin terus berbeda. Seperti pensil diantara pulpen, meski harus patah dan
terus patah dalam proses belajarnya tapi aku akan meraut diriku sendiri sampai
runcing kembali, tepat seperti pensil.
Kalimat terakhir. :')
BalasHapusSemangat untuk menjadi pensil diantara pulpen, Win!
Nice mbaa, "meski patah dan terus patah aku akan meraut sampai runcing kembali" terimakasih sudah berbagi😊
BalasHapusSemangat menjadi beda:))
BalasHapusmba, i feel you :') sama bgt plek ketiplek cuma beda fokus jurusannya aja. semangat mba, semoga selalu dimudahkan <3
BalasHapus