-Thunderclouds-
Nada itu mengingatkan aku pada seseorang yang sangat pemalu.
Tapi,
Itu yang membuatnya manis.
***
Hari itu kamu
datang. Kami berlomba-lomba datang ke pestamu. Memakai gaun yang paling cantik.
Lalu berlari untuk datang yang paling pertama. Namun jika Tuhan menciptakan barisan
“Wanita yang paling ingin mengenalmu”, aku pasti akan berdiri paling depan.
Ini pertama
kalinya, kamu datang. Setelah satu minggu, satu bulan, tiga bulan lamanya kamu
gantung. Aku duduk dengan dada yang berdegub kencang. Cahaya ruangan mulai
meredup, kamu samar-samar. Masuk dalam ruangan tak berdimensi, menata hal-hal
kecil yang dianggap sepele, memperhatikan setiap jengkal lantai, dan aku
terpukau.
Aku mulai
meraba, namun patah. Bagaimana caranya untuk membayangkan kita berjalan
sedangkan tapak-tapak kaki tidak punya? Apakah perasaan ini cacat? Ataukah terlalu
sempurna?
Kamu, kenapa
kamu, kenapa membiarkan, membiarkan tetap rabun, abu-abu tanpa tujuan, kenapa
kamu, membiarkan lumpuh, membiarkan aku, membiarkan aku berhenti?
Mungkin aku
yang paling tersentuh, sampai jatuh air mataku. Kamu begitu dekat, hingga
terlalu melekat. Kamu tahu perasaan ini pekat, tapi kau malah cegat. awan
membiarkannya menjadi teka-teki.
Anehnya dengan
semua tingkah lakumu, Setelah aku keluar dari ruang pestamu, aku berharap
dalam-dalam. Kamu bahagia. Kamu bahagia. Kamu bahagia. Tapi.... tetap
terselip.... sesuatu yang mengiris, mengapa kita, mengapa kita, mengapa?
Aku mengumpat
dalam hati. padahal aku sudah dari awal. Padahal aku. Aku!
Tapi
Tak apa... tak
apa....
mungkin...
ada yang lebih
baik.
Disaat kalian
berani berjalan karena punya tapak kaki.
Disaat kamu percaya diri karena perasaan itu utuh. Disaat kamu tidak
membiarkannya pergi begitu saja, dan kau kan peluk. Mungkin akan ada saat itu,
dan wanita itu, akan lebih baik.
Dan untuk semua
jawaban yang terkubur, aku juga berharap menguap ke permukaan. Hingga tiada
akhir. Namun setiap langkah aku menjauh dari ramainya pestamu, aku tahu kamu
bahagia. Kamu harus bahagia. Dan temukan wanita itu. utuhlah didepannya. Jangan
membiarkan saja.
Sangat resah
mengungkapkan ini, tapi, tolong yakinkan aku, dia membuatmu bahagia. Sekali lagi,
pastikan kamu bahagia. Terakhir lagi, tetap pastikan dia membuatmu bahagia! Itu
pun, aku pasti ikut bahagia.
***
Dengan segenap kisah yang tak bertuan, kamu
tetap manis. Dengan seikat pilu menggenang, aku terhapuskan.