Gadis Kecil yang suka merangkai kata
Blogaholic Designs”=

Followers

Yang Nyangkut :D

SURE!

SURE!

Sabtu, 24 Oktober 2015

Apakah Wajar?

Sinar matahari menyilaukan pandanganku. Hari memang sudah sore tapi Aku masih berdiri disini, menatap sesuatu yang mungkin tak akan balik melihatku.  Mataku menyipit, samar-samar aku melihatnya berdiri dari kursi dan tangannya menggandeng seorang wanita bertubuh langsing nan cantik. Dia memang lebih cantik daripada aku, tapi, apakah kecantikan itu pantas menggoyahkan sebuah perjanjian?
Aku mengikutinya sampai ke pelataran parkir. Rambut wanita itu tergerai menutupi sebagian wajahnya membuat lelaki yang menggandengnya seketika merapikan rambut wanita itu hingga seluruh wajah cantiknya terlihat. Wanita itu tersenyum manis lalu jinjit sedikit mengecup pipi lelalki itu.  Aku menunduk menatapi sepatu kucelku, model tahun 2000-an yang sangat ketinggalan jaman. Berbeda dengan dia, yang serba modis dengan gayanya yang sangat menawan.
Lelaki itu tersenyum bahagia lalu mempersilahkan wanitanya masuk ke dalam mobil. Tanpa melihatku, tanpa merasakan akan hadirnya diriku, mobil itu berjalan meninggalkan restoran yang dulunya sering kudatangi bersama lelaki itu. Ya tuhan, apakah ‘waktu’ wajar sebagai peroboh janji?
“Aku janji akan setia. Aku yakin tidak ada gadis lain yang akan hinggap di hatiku kecuali kamu. Hanya kamu.”
Kalimat itu terus tergiang menemaniku pulang ke rumah. Kalimat itu terus saja membuat hatiku hancur sehancur-hancurnya. Kalimat itu membuat mataku tak bosan untuk menangis.
“Sampai kapanpun itu?”
“Iya! Sampai aku mati, hanya kamu yang akan ku cintai! Hanya kamu yang akan ku bahagiakan!”
Semuanya masih teringat jelas. Semua janjinya! Tapi, bukannya aku dengan sangat mudah percaya dengan janjinya, tapi dia sendiri yang berjanji di hadapanku saat aku sekarat.
“Bertahanlah Ghina! Jangan pergi!”
“Aku tidak kuat Dimas, Aku tidak kuat.....”
Dimas menangis. “Kalau begitu... pilihlah yang membuatmu nyaman Ghina... tapi ingat, aku akan selalu mencintaimu! Aku tidak akan bersama yang lain, aku tidak akan membahagiakan wanita lain!”
Mengingat percakapan itu, aku terjatuh. Hatiku hancur. Aku tidak percaya kalau ternyata dia tidak menepati janjinya meskipun aku dengannya sudah empat tahun lamanya, namun waktu adalah sebaik-baiknya pembukti sebuah janji.
Aku menyeret kedua kakiku sampai ke depan rumah. Air mataku membasahi tanah. Aku tidak percaya, sampai sekarang masih tidak percaya, lelaki yang sudah menemaniku selama itu ternyata masih bisa jatuh hati dengan wanita lain.
Dengan hati yang remuk, aku kembali ke dalam rumah sederhana ini. Rumah yang hanya ditaburi bunga-bunga yang indah. Aku sengaja berpesan agar rumahku ini, ditaburi bunga setiap hari agar aku tidak kesepian. Aku juga berpesan, di nisanku ada tulisan,
Karena yang pergi, belum tentu mati.”
***
“Ghina, bertahanlah! Jangan mati! Ku mohon!” Dimas memeluk erat tubuh Ghina yang terbaring tanpa napas diatas kasur rumah sakit.
Tapi Dimas berjanji, tidak akan mencintai wanita lain lagi, tidak akan membahagiakan wanita lain lagi. Namun 7 bulan kemudian, setiap Ghina keluar dari rumahnya, memakai pakaian yang sudah ketinggalan jaman, dengan tak ada bayangan di atas aspal, Ghina mendapati Dimas dengan wanita lain. Yang lebih cantik, yang lebih mempesona, tapi, apakah wajar kekosongan hati membuat diri melupakan janji?

Sabtu, 03 Oktober 2015

UNTUK KAMU YANG MERASA



Hai, kamu!
Kamu tahu, saat aku berjalan menyusuri kota Jogja, aku selalu mengingatmu. Ketika kamu berbelanja di toko yang sekarang aku pijak, aku membayangkan kamu sedang memegang snack yang sama seperti yang aku pegang. Lalu timbul tanya, “Apakah kita akan bertemu?”
Ketika aku keluar masuk gerbang salah satu universitas di Jogja, aku selalu menoleh kearah tulisan universitas itu dan ingat kamu pernah duduk disana. Lalu timbul tanya, “Apakah kamu akan duduk disana lagi?”
Ketika kamu jajan di sepanjang jalan malioboro dan aku ternyata sekarang berada di malioboro. Ketika kamu naik becak, ketika kamu ini, ketika kamu itu, ketika kamu blablablablabla....
Sayangnya, kita ke jogja di dimensi waktu yang berbeda.
Sayangnya, sampai saat ini kita belum bertatap muka.
Sayangnya, aku tinggal di sini dan kamu tidak dikehendaki disini.
Sayangnya, kita hanya disatukan di langit yang sama, bukan di kota yang sama.
Sayangnya... tidak ada kepastian pertemuan kita.