Gadis Kecil yang suka merangkai kata
Blogaholic Designs”=

Followers

Yang Nyangkut :D

SURE!

SURE!

Jumat, 18 September 2015

Seandainya Cinta Indah




Hari ini mungkin hari yang berat untuk dia. Tapi aku yakin aku sudah melakukan hal yang benar demi kebahagiaannya. Tadinya aku sudah punya modal untuk membuatnya tersenyum setiap hari, tapi kini kurasa itu saja tidak cukup. Aku harus punya suatu hal yang dapat membuatnya tertawa.....
Inilah aku,
berjalan menyusuri kota ditemani sang rembulan,
menatap setiap langkah yang ku ambil,
dan aku,
Tidak punya hal itu.
Mengapa?
***
Laras terus berkutit dengan soal Fisika yang ‘katanya’ bakal keluar sebagai soal UTS nanti. Saking seriusnya, Laras tidak sadar kalau McFlurry yang sangat amat dia cintai itu mulai berubah menjadi susu cair. Bukankah Mcflurry enaknya dimakan pas belum mencair?
Kuperhatikan Laras, dia sebenarnya sama sekali tidak mirip dengan kakaknya, Liska. Tapi mereka berdua sama-sama memesona, putih, bibir mereka merah alami, hidung mereka mancung, dan  tentunya mata mereka sama-sama menghayutkan hati. Tapi, Laras punya lesung pipit dikedua pipinya, sedangkan kak Liska punya tahi lalat di dagu yang terlihat terbelah. Sejauh ini, yang aku tahu Laras sangat manis dan Kak Lista sangat cantik.
“Arkan, kira-kira kalo soal yang ini nanya waktu A-C atau waktu A-B? Aku bingung banget sama soal ini, bingung rumus yang mana, kan.”
Laras menyadarkanku. Aku memperbaiki posisi dudukku lalu melihat kertas yang disodorkan Laras. “nah kan yang ditanya waktu benda sebelum menumbuk tanah, berarti pake rumus yang pertama aja.”
Laras mengangguk. “Eh, anterin aku pulang yah? Soalnya sekarang udah jam...” Laras melihat jam tangannya. “ sembilan lewat tujuh belas... aku takut naik motor sendirian. Entar kita beriringan yah?”
Aku mengangguk gembira. Hitung-hitung bisa ketemu sama Kak Lista yang cantik.
“Kok kamu senyum-senyum?” Tanya Laras sambil merapikan kertas-kertas diatas meja. “Hayoo... kamu seneng kan pulang bareng aku???”
Aku tidak menjawab. Sama sekali tidak perlu dijawab. Laras memang begitu, selalu ke-GR-an. Sejak kami satu SMP, sampai satu universitas, Laras selalu kepedean.
“Yuk capcuss.” Kataku menarik lengan Laras.
Aku beriringan dengan Laras sepanjang perjalanan. Kami menceritakan banyak hal. Termasuk orang yang sekarang kami suka. Laras bilang, dia lagi kagum dengan laki-laki yang sudah dia kenal sejak SMP. Katanya, sekarang dia dengan lelaki itu menjadi teman dekat. Saking dekatnya, Laras takut untuk mengutarakan perasaannya yang mungkin saja berujung pada perpisahan.
Aku sedikit Ke-GR-an saat Laras bercerita, tapi giliran aku bercerita, aku juga mengatakan hal yang sama. Aku menyukai seorang gadis yang ku kenal sejak aku SMP. Dia sangat cantik dan cerewet. Aku tidak tahu ini perasaan yang wajar atau tidak, tapi aku merasa tidak pantas dengan gadis tersebut.
Laras tertawa mendengar ceritaku, seketika wajahnya berubah menjadi merah. Aku tidak tahu kenapa dia menjadi salting. Apa dia ke-GR-an LAGI?
***
Aku sampai dirumah Laras. Sudah jam sembilan lewat empat tujuh. Tapi ibunya menyuruhku untuk masuk dulu minum teh dan sepertinya sebentar lagi akan hujan. Aku menuruti permintaan Beliau. Tak lama kemudian Kak Lista datang membawa tiga cangkir teh hangat.
“Ayo minum Arkan...” Kata Kak Lista.
“Iya Mbak.. makasih.” Jawabku tersenyum manis.
Kak Lista lalu duduk disampingku. Jantungku berdegup kencang. Tanganku mulai gemetaran. Aku tau ini salah, tapi aku tidak bisa menolaknya!
“Mbak, mau kemana? Kok pakaiannya rapih sih?” Tanya Laras sehabis menenguk teh hangat.
“Oh... Lista mau nginep di rumah Eang Pundi, Eang kan sakit... bentar lagi Elgio datang jemput Lista...” jawab Ibu Laras.
Elgio, seorang lelaki mapan yang katanya sebentar lagi akan menikahi Kak Lista. Mereka akan ke rumah Eang pundi, nenek Laras yang sedang sakit parah. Tiba-tiba hatiku yang tadinya berdegub tak karuan kini seketika remuk.
Aku menoleh ke arah jendela, tak terasa, ternyata sudah hujan. Dan diluar pagar ada sebuah mobil, aku yakin itu mobil Kak Elgio.
Benar saja, Kak Lista langsung pamit pergi, dan aku, menjadi khawatir.
“Arkan? Minum tehnya nak.” Kata Ibu sesaat setelah Kak Lista pergi.
Aku mengangguk dan segera meminum teh itu.
“Arkan... kamu sudah tahu tidak? Kalau Laras ini... mau di jodohkan dengan anak kedokteran, namanya Trias.” Lanjut Ibu Laras.
Laras sontak terkejut. Akupun begitu, aku sangat terkejut. Ternyata, Laras akan dijodohkan?
“Bu, kok ibu tidak pernah bilang sama Laras?” Jawab Laras gelisah.
Aku hanya bisa diam. Meskipun aku merasa tidak rela, tapi aku harus tetap terlihat tegar didepan Laras dan Ibunya. Ini urusan keluarga mereka, dan aku tidak bisa mencampurinya.
“Ayolah Laras, jangan kayak anak-anak. Lagian, sampai sekarang kamu tidak punya pacar kan?” Kata Ibu.
Raut wajah Laras berubah seketika. Tiba-tia ia melirik ke arahku, seperti meminta sesuatu. Aku tidak peka apa yang diminta Laras. Tapi mungkin dia ingin bilang kalau aku adalah calonnya?
“Bu... aku punya pacar kok!” Belanya setelah tahu aku hanya diam.
“Mana? Siapa? Jangan mengada-adakan sesuatu yang tidak ada Laras. Kita liat yang jelas-jelas saja, ada Trias! Yang mapan, yang bisa membahagiakan kamu!” Bantah Ibu. “Benar kan nak Arkan?”
“Iii... iii.. iya bu. Benar, benar kata Ibu.” Jawabku kaku.
Laras menatapku sinis. Tapi, seperti ada unsur kekecewaan disana. Aku menjadi tidak enak dalam suasana kali ini, aku lalu memutuskan untuk pulang. Ibu Laras berpesan untuk hati-hati, apalagi diluar masih hujan. Aku mengiyakan lalu berlari kecil ke halaman rumah Laras sambil menutupi kepalaku dengan jaket parasut hitamku.
“Arkan!!!” Teriak Laras dari ambang pintu rumahnya.
Aku menoleh. Laras lalu menghampiriku tanpa memakai payung.
“Masuk sana! Entar kamu sakit!” Teriakku agar Laras dapat mendengar suaraku diantara suara hujan ini.
“Engga mau!”
“Kenapa sih?!”
“Kok kamu rela aku dijodohkan? Kamu kan tahu kalau aku lagi suka sama seseorang!”
“Lah? Aku kan tidak punya hak atas kamu.”
“Tapikan, Ibuku kira aku tidak punya makanya dia mau menjodohanku!”
“Kamu yakin karena itu ibumu menjodohkanmu?”
“Iya! Kenapa tadi kamu tidak mengaku saja sebagai pacarku? Aku kan sukanya sama kamu, seperti kamu yang juga suka sama aku! Iya, kan?”
“Apa?” Jawabku kaget.
“Tadi, perempuan yang kamu ceritakan sepanjang perjalanan pulang itu aku kan!?”
Aku terdiam. Aku tidak tega. Aku tidak bisa menjawab ini.
“Arkan! Jawab aku!”
Aku masih diam. Sekarang aku merasakan air hujan ini sangat dingin.
“Arkan! Kamu suka sama aku kan? Perempuan diceritamu tadi itu aku kan!?”
Aku melihat Laras yang sudah basah kuyup. Aku semakin tidak rela terhadapnya. Ya Tuhan... aku seperti ingin memeluknya!
“Laras...”
"Bilang Arkan kalau perempuan itu aku!"
aku semakin tidak tega.
"Masuk sanaa, kamu sudah basah begini!"
"Ga mau sebelum kamu jawab pertanyaan aku!"
aku menatap Laras dalam...
"Laras..."
Lara mengatupkan mulutnya
“Tapi bukan kamu...” Jawabku lirih.
Laras masih terdiam.
Diam dengan ekspresi yang tidak bisa aku baca. Wajahnya memerah. Aku tidak tahu, apakah Laras sedang menangis atau bagaimana. Aku tidak bisa membedakan air hujan dengan air matanya. Dia masih diam, kaku seperti patung.
“Laras....” Panggilku pelan lalu mencoba meraih tangannya.
Namun iya hempaskan. “Lalu siapa Arkan? Siapa?”
“Laras... aku.... suka... aku suka sama... Mbak Lista..” Jawabku akhirnya.
Laras tercengang. “Jadi, orang yang kamu maksud kamu kenal sejak SMP itu, kakakku? Bukan aku?”
Aku hanya diam. Melihat diamku, Laras langsung pergi dan masuk kedalam rumahnya. Aku terdiam. 
Aku terdiam di bawah hujan yang deras.
***
“Mbak Lista, Laras sudah tahu... mungkin sejak hari ini Laras akan membenciku dan menjauhiku...”
“Baguslah... kamu memang sahabat terbaik. Jadi, sekarang kamu dimana? Sudah jam sebelas loh...” Jawab Kak Lista dari ujung telepon.
“Aku belum pulang ke Kost mbak... takut di ejek sama temenku. Soalnya mataku masih merah...”
“Oh, habis nangis yah? Kenapa nangis? Jadi Laras tahu kamu nangis?”
“Ga kok Mbak... untung tadi masih hujan... jadi Laras ga tau kalau aku nangis...”
“Yaudah... maafkan mbak yah Arkan. Tapi ini demi kebaikan Laras. Kamu tahukan Eang Pundi lagi sekarat, dan permintaannya pengen punya cucu dokter sebelum dia meninggal. Trias adalah lelaki terbaik untuk Laras...”
“Iya Mbak, aku juga merasa tidak pantas kok. Mulai sekarang aku akan melupakan Laras...”
“Yasudah... kalau begitu, Mbak mau tidur dulu yah.”
“Iya Mbak...”
“Oke...”
“Eh eh mbak tunggu sebentar,”
“Kenapa Arkan?”
“Tolong beritahukan kepada Trias....”
“Apa?”
“Kalau dulunya ada lelaki yang sangat mencintai Laras sejak SMP sampai kuliah... lelaki itu mampu membuat Laras tersenyum sepanjang hari... tapi, lelaki itu tidak pernah ada kesempatan untuk mengutarakan yang sejujurnya kepada Laras. sebab itu, ia minta tolong, bahagiakan Laras, buat dia tertawa, jangan sia-siakan Laras. Karena... ada sejuta lelaki yang menginginkan Laras. Termasuk lelaki itu... namanya Arkan.”
Aku tidak sadar dengan apa yang ku katakan. Tapi kurasa, itulah yang aku rasakan saat ini. Sakitnya sangat sakit. Ternyata orang yang aku kagumi, aku sayangi selama sebelas tahun ini, bukanlah jodohku meskipun ia juga ternyata menyayangiku.
Hari ini mungkin hari yang berat untuk dia, untuk Laras. Tapi aku yakin aku sudah melakukan hal yang benar demi kebahagiaannya. Tadinya aku sudah punya modal untuk membuatnya tersenyum setiap hari, tapi kini kurasa itu saja tidak cukup. Aku harus punya suatu hal yang dapat membuatnya tertawa.....
Inilah aku,
berjalan menyusuri Kota ditemani sang rembulan,
menatap setiap langkah yang ku ambil,
dan aku,
Tidak punya hal itu.
“Arkan... aku sangat tersentuh mendengar kata-katamu. Semoga kelak kamu akan dipertemukan dengan wanita yang lebih baik. Amin...” Jawab Kak Lista setelah diam beberapa detik.
“Aamiin mbak... yasudah, salam sama Laras ya Mbak kalau Mbak sudah pulang ke rumah. Assalamualaikum.”
“Oke.. Walaikumsalam Arkan.”
Klik.
Aku baru sadar, inilah yang dinamakan ‘kita tidak jodoh’. Meskipun aku sudah sangat mencintai Laras, tapi jika Tuhan berkata tidak, maka Laras bukanlah jodohku. Seandainya cinta itu indah....