Ketika kita masih muda,
masih berumur belasan, kamu sering mengajakku keluar kamar untuk nongkrong.
Bersama kretek murah, kita berangkat dengan sebuah lagu. Gitar, matahari
terbenam, korek api, seperti menjadi teman setia setiap perjalanan ini.
meskipun tidak ada tujuan jelas, tapi motor tetap melaju menembus asap polutan kota.
Waktu itu, kamu bilang
kita masih bodoh, tak tahu apa-apa. Yang perlu kita lakukan hanyalah
berbahagia, menuang air orang tua, bersulang lalu teguk sampai habis. Bercerita
ngalor-ngidul, tertawa sampai batuk, bahkan sampai lupa jalan pulang. Meski
mata tak bisa berbohong, tapi malam tetap menemani. Di sela-sela hati ini,
tersimpan harapan yang amat besar untuk masa depan. Namun ada hal-hal yang
belum bisa kita capai sekarang, katamu. Dan uang adalah salah satunya.
Aku masih ingat, vespa
tuamu.... lebih banyak di bengkel daripada di jalanan. Rodanya berputar pelan,
seraya kamu menunjuk setiap bangunan yang kita lewati. Seakan kamu tuan rumah
atas bangunan itu, kamu jelaskan itu apa, berserta semua cerita didalamnya. Aku
terkekeh saja, sambil mengejekmu, sebab lebih paham bangunan daripada wanita.
Tahukah kamu, harapan dan
mimpi-mimpiku mengepul ketika kita sedang memasak. Ku makan dengan lahap,
berlatih untuk tetap kuat meski hidup tidak seindah itu. sesekali kita jatuh,
terpeleset lantai basah, kita tidak menangis, tapi mencoba menertawainya. Ada
yang perlu kita pelajari, mengenai arti syukur di hidup ini.
Dan,
Atas semua yang pernah
kita lewati, ini hadiah kecil dariku.
untuk
Kita para laki-laki yang
sedang hancur.
***
“Ga usah lah. Ga perlu.”
“Sisa minum juga...”
“Capek”
“Lagunya mana?”
“Yang Masak siapa?”
“Oi, pinjem karpet!”
“Kapan ya?”
“Yang kaya aja hehe”
“Ah kan kampang!”
“Sakit...”
“Udahlah”
“dah”
“Mana tangan mu???”
“Dicariin ye?”
“Kucing!”
“Kok Ga ada yah?”
“Sholaaat!!!”
“Waktu waktuuuu”
“Bodoh amat lah”
“Makan dulu sek”
“Yang penting yang sayang
aku”
“Bahagia”
Sangat buram, tidak
teratur, tapi apa yang kita rasakan begitu jelas. Hanya kita yang mengerti,
bagaimana rasanya mengendarai motor sore-sore dipinggir pantai, air mata
mengalir dan terbang bersama angin. Rasa sakit yang kita alami hilang bersama
deru ombak. Semua ingatan yang harusnya kita miliki, tidak akan pernah lagi
kita tunggu. Meskipun akhirnya tersisa aku, tapi aku selalu tegar dan kuat.
Kalian memang curang, meninggalkan aku.
Tapi,
Untuk kalian sobat panti
asuhan ku, semoga kalian bahagia dengan keluarga baru kalian.
Dan,
Ini kado kecilku untuk
kalian,
akhirnya,
aku juga telah menemukan
rumahku.
Keluarga baruku.
Aku sangat gembira...
Apakah ini rasa yang kalian rasakan?
Oh iya,
Kini aku menetap di
Yogyakarta, kalau kalian dimana?