Gadis Kecil yang suka merangkai kata
Blogaholic Designs”=

Followers

Yang Nyangkut :D

SURE!

SURE!

Sabtu, 18 Januari 2020

November Series #4


Menyambut Kepastian

“Jef, gue harus gimana?”
“Gue kan udah bilang, lu harus ngasih kepastian ke dia, Har.”
“Tapi, gue ga punya nyali hubungin dia lagi.”
“Ga usah dihubungin.”
“Trus gimana cara ngasih kepastiannya kalau ga hubungin dia?”
“Sini gue kasih tau,”
***
Pertama kali aku tahu nama dia adalah ‘Sunshine’, aku langsung teringat Hujan. Tanganku kaku dalam jabatan yang berlangsung seperkian detik. Dia tersenyum, sangat ramah, sangat anggun, seakan mengajak aku untuk bergelut dan mencoba merobohkan dinding yang telah lama ku pertahankan. Sebenarnya, aku tidak takut, kalaupun dia sampai tersenyum secantik itu, aku tahu aku tidak akan goyah. Sebab aku telah menemui banyak perempuan, tapi tetap saja aku tidak bisa melupakan Hujan. Tapi, sampai kapan, sampai kapan?
Februari 2018
“Jef, gue harus gimana?” Tanyaku pada Jeffry, teman seperjuangan saat kuliah sekaligus kini menjadi teman kantorku.
Aku bercerita mengenai Hujan, beberapa hari yang lalu aku diberi informasi oleh Firda kalau saat ini Hujan sedang dekat dengan atasannya yang bernama... Bintang? Katanya, Hujan masih belum bisa membuka hatinya untuk Bintang sebab masih teringat oleh aku. Astaga, ternyata... kita sama....
“Gue kan udah bilang, lu harus ngasih kepastian ke dia, Har. Kasian dia, lu juga ga bakal balik.”
“Tapi, gue ga punya nyali hubungin dia lagi.”
“Ga usah dihubungin.”
“Trus gimana cara ngasih kepastiannya kalau ga hubungin dia?”
“Sini gue kasih tau,” Jefrry menatapku tajam.  “Lu ga harus blak-blakan ngomong ke dia kalau sebenarnya lu campakkin dia selama ini karena nyokap dia nelpon lu dan nyuruh lu ninggalin dia. Lu ga harus ngomong kayak gitu karena sama aja lu bakal ngerusak hubungan ibu dan anak. “
Jeffry menghela napas. “Lu kasih dia kepastian dengan cara lu move on. Buka hati untuk cewek lain, nikahin cewek itu. Gue yakin dia mengerti, kalau udah saatnya dia juga harus bisa buka hati untuk cowok lain.”
Mataku berkaca-kaca. Ingin ku tepis apa yang dikatakan oleh Jeffry, namun itu adalah hal terpahit yang benar adanya. Hujan tak pernah tahu alasan mengapa sewaktu kita SMA majalah sekolah tiba-tiba ingin mengangkat rubrik mengenai bulu tangkis. Dan hujan pun tak akan pernah tahu alasan mengapa aku tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Aku yang pertama kali menyukai Hujan dan membuat kesengajaan agar kita bertemu. Aku pula yang pertama kali menangisi hubungan yang tak direstui dan sengaja menghilang agar kita tak bertemu.
“Sunshine, right?” Jeffry mengucapkannya dengan sangat pelan.
Aku kaget. Kenapa tiba-tiba dia? Tapi aku tidak tahu, entahlah, ah,
Aku terdiam.
***
Hujan, aku menenggelamkan diriku pada kesibukan-kesibukan yang membuatku lelah. Berharap pada akhirnya dapat melupakan apa-apa yang berusaha ku hapuskan. Setelah mendapat telepon itu, aku tidak berhenti meyakinkan diriku bahwa aku akan mendapatkan yang lebih baik. Kamupun begitu. Sangat berat untuk ku katakan padamu. Aku berharap waktu membuat lupa dan mati rasa. Tapi ternyata waktu membawa kita pada tanda tanya besar, dan hanya membuat kita semakin jatuh. Semakin membuat aku berharap, apakah ada celah untuk bisa kembali? Apakah bisa?
Hujan, saat ayahmu meninggal, aku sangat ingin kembali ke Jogja, memelukmu hingga kamu merasa tenang. Tapi bagaimana? Hujan, saat kamu meminta berpisah, percayalah aku ingin mengatakan jangan, tapi bagaimana?
***
Agustus 2018
“Yakin ga undang Rainy?”
Aku membeku. Beberapa hari yang lalu ia menelponku... dan... sampai sekarang aku tidak pernah bertanya balik, kenapa?
“A... apakah bisa?” Aku menatap  Shunshine.
“Bisa dong, undang aja.” Kamu tersenyum.
“Tapi, dia tidak mungkin datang.”
“Pasti Datang! Aku mau lihat dia, dan aku mau kamu melepas segala rindumu. Jadi ga ada lagi yang tersisa. Kita bisa memulai cerita kita dengan lembaran baru.”
Aku tersenyum. Shunshine, kamu benar.
***
September 2018
“Kak Firda, apa aku harus datang?” Rainy terlihat sangat pucat, matanya sembab akibat undangan yang sedang ia pegang adalah undangan pernikahan Hari.
“Datang aja Rain, kita datang bareng ya?”
Rainy tersenyum, meski sedetik kemudian air matanya jatuh lagi.
***
Hujan, siapa yang bisa menebak masalah hati? tapi Hujan, membuka kembali hati adalah pilihan.
Hujan, aku ingin terlihat sedemikian jahatnya agar kamu mudah membenci dan memaki. Sehingga, kamu beruntung karena terbebas dari aku.
...
Hujan, kamu sangat kuat.
Hujan, maaf yah.
ah, tidak tahu lagi harus mengatakan apa.
kamu tahu kan kalau aku tidak pernah berkata banyak mengenai hati?
Hujan, mari kita sambut kepastian ini.
Terima kasih atas doa-doa mu.
.
Akhirnya, kita percaya akan bahagia dengan hidup kita masing-masing.
Rainy, semoga Bintang menyinari hari-harimu.

***
Nadin Amizah - Sorai

Tidak ada komentar :

Posting Komentar