Kemarin sore langet
Yogyakarta sangat mendung, ah, sepertinya tak lama lagi akan hujan deras. Bergegas
aku keluar dari kantor, berjalan ke parkiran motor sambil mengacak isi tas ku
mencari kunci. Namun belum sampai di parkiran, hujan mulai turun. Gerimis-gerimis
lalu mulai deras. Aku berlari mencari bangunan terdekat untuk berteduh. Disanalah
ku berjumpa seorang gadis kecil, imut, masih memakai seragam SD. Ia berdiri
sambil menatap langit gelap yang sedang menumpahkan air.
Aku tersenyum melihatnya,
Ia mengingatkanku kepada anakku yang jauh di kampung. Ku tengok kiri kanan, hm,
sepertinya anak ini sendirian. Tak ada bapak atau ibu yang berdiri di dekatnya.
Aku mulai berinisiatif mengajaknya ngobrol.
“Halo Dek, namanya siapa?”
Tanyaku sambil jongkok, menyesuaikan tinggi badanku dengan badannya yang sangat
mungil
“Tissa....” Ucapnya
malu-malu.
Aku tersenyum. “Mama atau
Papanya mana?” Tanyaku lagi.
Dia terlihat kebingungan
dan menggaruk kepalanya.
“Tadi ga bareng Papa atau
Mama ya?”
“En... tadi disuruh
tunggu disini...”
Aku seketika deg-degan,
takut kalau anak ini anak hilang.
“Biasanya Tissa memang
disuruh tunggu disini?
Ia menatapku sedih, “Engga...”
“Trus??” Aku tentu saja
sangat khawatir.
“Papa bilang, mau pergi
bentar... disuruh tunggu disini...”
aku sangat khawatir. Karenanya
aku memutuskan untuk menemani anak ini sampai Papanya datang. Aku mencoba
mengajaknya ngobrol, bermain sulap, ataupun meminjamkan HP ku selagi menunggu
Papanya. Berselang satu jam setelah hujan benar-benar reda, Papanya tak kunjung
datang. Aku mulai cemas, sebab haripun mulai gelap.
“Tissa, Tisaa tau tidak
nomor HP Papa atau Mama?”
Tissa hanya mengeleng.
“Tante anter pulang aja
gimana? Hapal kan rumahnya?”
Tissa terdiam. Lalu beberapa
detik kemudian menggelengkan kepalanya.
Aku melihat Tissa mulai
pucat, apa belum makan?
“Tissa udah makan belum??”
“Belum...”
Aku kaget. Aku langsung
lari ke minimarket dalam kantor yang kebetulan memang tutup jam 10 malam. Ku beli
beberapa roti dan air minum. Namun ketika kembali, aku tidak melihat Tissa
lagi. Apa Papanya sudah datang menjemput? Atau bagaimana?
Perasaanku jadi tidak
karuan. Harusnya tadi ku ajak saja Tisaa ke minimarket. Tapi, aku berdoa semoga
saja Tissa benar-benar sudah bersama Papanya.
Aku mencoba melupakan Tissa
sejenak, fokus mencari kunci motor lagi, dan pulang. Tapi sebelum aku
benar-benar menyalakan mesin motorku, aku memutuskan untuk mencari Tissa di
sekitar gedung itu.
Hari mulai gelap,
orang-orang juga sudah pulang ke rumahnya masing-masing, sedangkan aku beserta
senter HP ku masih sibuk mencari Tissa. Aku memutari gedung itu beberapa kali,
pun juga telah ku tanyakan pada satpam terdekat. Tapi tidak ada satu informasi
pun mengenai Tissa. Aku mulai takut, jujur, perasaanku tidak enak.
Dengan membaca basmalah,
ku mantapkan diriku untuk pulang saja. Mendoakan Tissa, semoga tidak terjadi
apa-apa terhadapnya. Di perjalanan pulang, perasaanku gundah. Aku tidak tenang.
Namun ketika aku berhenti di perempatan Sudirman, aku melihat anak kecil
berjalan sendirian di trotoar. Sontak aku langsung menepi, sebab anak itu
sangat mirip Tissa.
“Tissa!!” Teriakku.
Anak itu menoleh, matanya
berair, ia sedang menangis.
Aku langsung memeluknya. “Kok
ga tunggu tante???”
Tisaa masih menangis.
“Tissa... mau kemana?
Tante antar ya??”
“aa.. a..ku..”
Dengan perasaan yang
campur aduk, jatung yang berdegub dengan kencang, aku memegang pundak Tissa dan
menatapnya dalam-dalam, menunggu kalimat darinya.
“Aku udah
mati..............” Tissa menangis kencang.
Kepalaku tiba-tiba
pusing. Dan aku langsung pingsan.
***
Aku terbangun, dan inilah
kondisiku sekarang. Berada di kantor polisi. Aku mencari tas dan barang
berhargaku yang lain. Tapi tidak ada. Kata pak polisi dan saksi, setelah aku
jatuh pingsan, seorang lelaki mendatangiku dan mengambil barang-barangku.
Aku menceritakan semua
kejadian yang aku alami kemarin. Dan anak kecil bernama Tissa itu, tidak mati,
benar-benar hidup. Katanya, ini modus baru pencurian. seharusnya ketika aku
mengajak anak itu pulang bareng, anak itu mengiyakan ajakanku dan menunjukkan
ke jalanan sepi, sesuai ajaran Bapaknya. Dan di jalan sepi itu lah aku harusnya
di rampok. Namun, anak itu menjadi iba ketika melihat foto anakku di handphoneku,
sewaktu aku meminjamkannya untuk bermain game. Semuanya berakhir gagal,
harusnya. Namun, entah sial atau apa, aku melihatnya di jalanan.
Polisi mengatakan, anak
itu mengaku mati agar aku langsung kabur, lari, namun responku ternyata
berbeda.
***
aku keluar dari kantor
polisi, tidak tahu harus bagaimana. Hanya menunggu proses hukumnya saja. Tissa.
Tissa..... Semoga kamu baik-baik saja.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar