Crying
Over You
[Ep. 1 dan Ep. 2 dibaca dulu yeee klo belom]
***
Rainy. Iya, aku tahu namaku adalah Hujan.
Awalnya aku senang, sebab yakin kamu akan selalu ingat namaku ketika hujan
turun. Sangat gampang tersimpan dikepalamu saat bulan November tiba. Tapi ternyata
tidak semenyenangkan itu.
Ada banyak hal yang ingin ku ceritakan ketika
kamu tak lagi bersamaku. Dan aku tahu, kamu pasti tidak lupa tentang aku. Karena...
namaku segampang itu. Tidak salah, jika aku pikir, kamulah yang mengemas drama
ini. pura-pura menghilang termakan waktu, padahal kamu sedang berpikir apakah
akan kembali atau pergi. Andai semudah itu untuk mengabaikan, akan ku abaikan
dirimu sejak hari terakhir kita.
Sudah lama sekali dan aku tetap mencoba
mengabaikan. Tapi sia-sia. Namamu, mau tidak mau harus ku sebut. Hari. Hari ini
hari apa? Besok Hari selasa makan bareng yuk? Oh iya, Hari kamis ada deadline
tugas. Jangan lupa hari ini libur. Hari minggu nanti mau kemana?
Hari. Hari. Hari!
***
Januari 2018
“Rainy ya?”
Aku mengangkat dagu, memalingkan wajah dari
layar laptopku. Ku dapati seorang lelaki yang mungkin... jauh lebih tua
daripada aku(?). Ia menatapku sambil tersenyum.
“Iya?” Jawabku sekaligus membalas senyumnya.
“Ah, Aku Bintang. Salam kenal.” Ia mengulurkan
tangannya, aku sontak berdiri dan menerima uluran tangannya.
“Aku yang akan bimbing kamu selama magang
disini, jadi mohon kerjasamanya yah?”
Aku tersenyum lega.
Tapi tidak pernah ku duga, sejak hari itu ada
sesuatu yang berubah.
Ada yang berubah.
Ada...
***
Jika suatu hari aku telah sampai pada hari aku
harus memilih, Mengatakan “Iya” pada sebuah lamaran ataupun sebaliknya, apakah
aku harus mempertimbangkan perasaanku yang belum benar-benar pulih? Ataukah ku
abaikan saja dan berani membuka lembar baru bersama calon pendamping hidup yang
sebenarnya?
Sebab, ada yang mengatakan, cinta ya cinta,
pernikahan ya pernikahan. Hanya orang beruntung yang dapat menikah dengan orang
yang ia cintai. Um.. begitukah?
Tapi, jika suatu hari aku dititik harus
memilih, menerima mu kembali atau menyelesaikannya hingga tidak ada yang
tersisa, apakah aku harus mempertimbangkan suka dan duka yang pernah kita
lewati? Ataukah ku abaikan saja dan menganggapmu orang baru?
Sebab ada yang mengatakan, masa lalu biarlah
berlalu, yang penting bagaimana kita sekarang mempersiapkan masa depan.
Apa? Jadi aku harus memilih apa jika waktunya
telah tiba?
***
Agustus 2018
“Rainy, pulang nanti makan bareng ya?” Ajak
Mas Bintang.
Aku tersenyum tipis, “Ah, aku udah janji sama Kak
Firda mau makan bareng, Mas.”
Sebenarnya, ada alasan lain aku menolak ajakan
Mas Bintang. Tadi pagi Kak Firda berbisik ketika absen kantor, Ada berita penting tentang.. Hari...
Tentu saja karena itu aku tidak fokus dan ingin cepat-cepat pulang untuk makan
bareng Kak Firda.
Firda, teman kuliah Hari yang ternyata satu
tempat magang denganku kini.
Secepat kilat aku langsung menjemput Kak Firda
di ruangannya, menggandengnya, tanpa basa basi mendarat di rumah makan
tempat kami biasa makan. Mata Kak Firda membesar, dan....
ia berusaha menceritakannya dengan kata-kata yang tepat.
tapi percuma. kata demi katanya
berhasil membuatku sangat sakit.
*
Hari ini... disaat hujan turun.... Kak Firda
memberitahukan kabarmu. Yang tidak ku duga.
Kamu... akan menikah. Benarkah?
Padahal, aku yang selama ini terus bertanya-tanya
sebelum tidur. Apakah aku kejam jika akhirnya menikah padahal masalah “Kita”
belum selesai? Aku yang takut jika sewaktu-waktu Mas Bintang ingin melamarku. Aku
yang sangat takut ketika kamu kembali disaat aku sudah menjadi milik orang lain.
Aku yang takut ketika ternyata selama ini kamu menyesal dan ingin memulai
kembali karena tahu hanya akulah yang membuatmu nyaman. Tapi.. tapi... aku
seperti orang bodoh!
LEBIH BODOH LAGI, dengan kebodohan yang
bertubi-tubi, aku menahan egoku dan memilih menelponmu setelah sekian tahun tak
berani bertanya kabarmu. Aku ingin menanyakan apakah itu benar? Oh,
segampang itukah?
Hari, apa kamu benar-benar telah melabuhkan
hatimu pada seseorang yang dia itu bukan aku? Pada akhirnya kamu telah
mendapatkan perempuan lain untuk mendengarkan semua ceritamu sampai akhir hayat
mu?
Aku menangis tak karuan. Telpon yang belum 4
detik di telingaku, terlepas dan jatuh kelantai. Entah masih tersambung atau
tidak, tapi aku tetap menangis. Kak Firda mencoba menenangkan aku. tapi... ini
sangat berat Mas.... sangat berat.
Apakah Benar? Sekali Lagi, Apakah Benar?
***
“Mas Bintang, tentang pertanyaan mas hari
itu....” Ah tuh kan harus nyebut kata Hari
“Mas Bisa datang ke rumahku saja.”
Mata Mas Bintang berbinar.
Aku tersenyum. Tersenyum kecil.
Kamu
pengecut Hari. sangat. Bahkan ketika kamu sudah bisa berpaling, kamu masih tak
berani menghadapiku.
Ah,
Atau
aku saja yang terlalu berharap. Terjebak terlalu lama. Bahkan ketika kamu sudah
lupa, disini aku masing menangisinya. Ketika kamu sudah menerima keadaan,
disini aku masih mempertanyakannya.
Hari,
aku memang hujan sebenarnya, yang berusaha menghujam hari-harimu. Untungnya,
kamu... sudah punya payung? dan kini, aku berusaha mencari yang lain juga?
Aku menatap mata Mas Bintang, tapi lama
kelamaan mataku memanas. Hingga akhirnya aku tidak bisa menahan. Air mataku
jatuh di depan Mas Bintang, untuk seseorang yang bernama Hari.
***
Cerita kita.... penuh dengan kesalah-pahaman.
Dan kita.... tidak berusaha memperbaikinya. Semoga lekas kamu bahagia, dan
jangan berhenti bahagia. Aku dengar, namanya Sunshine. Dari namanya aku
percaya, dia bisa membahagiakanmu.
Jangan lupa, doakan aku balik ya?
***
Honne – Crying Over You
Tidak ada komentar :
Posting Komentar