Gadis Kecil yang suka merangkai kata
Blogaholic Designs”=

Followers

Yang Nyangkut :D

SURE!

SURE!

Senin, 26 Agustus 2013

Luka Dalam Diam

Luka Dalam Diam
 
 
Aku berlari sekuat tenaga, mencoba mencari nafas baru untuk hidup. Namun tak ku temukan! Nafasku terengah-engah, aku berhenti dan mengatur setiap udara yang masuk dalam hidungku, namun terasa sesak!
 
Aku menyeka air mata yang terus jatuh dalam langkah cepat ini. Aku ingin teriak, semua tenaga telahku kumpulkan, aku ingin melampiaskan semua kekesalan di dalam hati ini! Ku percepat langkahku, aku berlari sekuat tenaga! Sebuket mawar mewar yang ku genggam erat mulai berjatuhan. Aku tak peduli!

Terus berlari… berlari…

Aku sakit. Aku terpuruk. Air mataku terjatuh. Karena kamu. Hanya kamu. Namun aku rindu, oleh sentuhan lembut jemari kecilmu.

***

“Pagi Mal!”

Ah, sudah ku duga. Baru di depan pintu, namun sapaan itu sudah nyaring terdengar ke pojok-pojok ruang kelas ini. Senyumnya merekah, ah dia sangat cantik!

“Pagi juga Jani.” Balasku sambil berjalan masuk ke dalam kelas.

Jani masih tersenyum. Benar kan? Dia sangat cantik. Tapi itu belum seberapa. Dia akan lebih cantik ketika senyumnya lebih mengembang dari ini! Aku yakin!

Sesudah itu, kami akan bersikap biasa. Yah, kami tidak pernah mengumbar kemesraan di sekolah apalagi di dalam kelas. Meskipun itu dalam keadaan yang sangat tepat!

“Mal, ada yang minta nomor handphone lu tuh!”

Aku lalu berbalik dari pandangan Jani. Satria, dia teman baikku. Selalu datang tiba-tiba, suka mencampuri urusan orang lain, dan bla bla bla. Tapi sebenarnya dia sangat baik, dia tahu perjalanan cintaku selama di sekolah ini. Dia juga tahu, siapa gadis yang pernah suka padaku.

“Ganggu aja lu.”

Satria menyenggol lenganku, sedikit sakit. Tapi itu biasa dalam persahabatan antar lelalki.

“Yeee….” Satria mencibir bibirnya. itu yang selalu membuatku ilfill ke dia!

“Kenapa sih?”

“Lu gak denger? Ada cewe yang minta nomor handphone lu!” Satria meningkatkan volume suaranya. Apa dia tidak tahu? Ada Jani disana, dan itu pasti akan membuat hatinya kesal kalau ia mendengarnya “Gue kasih dia atau tidak?”

Raut wajahnya seperti cemburu. Haha dia memang cemburu setiap ada gadis yang meminta nomor handphonenku di dia.

“Janganlah! Lu pikir gue jomblo apa!”

“Dia cantik loh! Anak kelas X 2. Beh… body-nya juga bagus! Belum lagi sua--“

Segera ku tutup mulutnya yang mulai merayu. Gila! Memangnya aku penggila cewek? Tidak ada yang bisa gantikan Jani di hatiku. Sekalipun dia cantik, baik, kaya, atau apalah.

“Bodoh banget sih lu!” Ucapnya setelah ku lepas tanganku dari mulutnya. Menjijikkan!

“Apanya yang bodoh? Lu aja tuh yang mata keranjang!”

“Eh denger yah, kalau gue ingat-ingat sudah banyak banget cewe cantik yang demen sama lu! Eh tapi lu malah tetap bertahan sama cewe yang satu itu! Padahal dia mah lewat!” Satria menunjuk Jani dengan dagunya.

Hey, aku tidak suka kamu berkata seperti itu!

“Eh, lu ngomong apa?” terlihat bercanda, aku menyiku perutnya yang gendut. Dia sedikit merintih, baru akhirnya ku lepaskan.

Satria mengusap perutnya. Sakit? Siapa suruh mengatai Jani-ku. Dia lebih cantik di mataku ketimbang gadis lainnya. Ada hal yang berbeda di dalam dirinya. Ada suatu hal yang membuatku tak jenuh menatapnya. Jangan tanya apa, aku tidak tahu. Tapi aku yakin itu cinta. Cinta yang sangat dalam.

“gue sudah cinta banget sama Jani Sat, gue sudah tidak peduli cewe lain. Dan gue sudah berjanji tidak akan menyakitinya. Sekalipun gue yang harus tersakiti.” Aku mengucapkannya dengan yakin sambil menatap Jani yang sedang bercerita bersama teman-temannya. Dan aku bisa merasakan, Satria menatapku dan mencoba mencerna kata-kataku tadi.

Tak lama, Jani dan teman-temannya berjalan keluar kelas. Sorot mata Jani terlihat sedih, galau, dan semacam telah mendapat kabar buruk. Salah satu temannya mengelus punggung Jani dengan lembut. Dia kenapa?

***

Tak ada yang menarik, aku terbangun karena suara alarm yang begitu nyaring, dan cahaya kecil mulai menyilaukan mataku lewat cela-cela jendela yang tak tertutupi oleh tirai jendela.

Seperti biasa, aku lalu mandi, memakai baju seragam sekolah, sarapan, dan setelah itu semua telah ku lakukan, sadar atau tidak aku sudah sampai di sekolah. Yah tempat mengejar ilmu, namun bagiku tempat menuai cerita indah tentang persahabatan dan tentunya tentang manis pahitnya CINTA.

Ah, tapi aku lupa. Hari ini hari minggu. Tak ada kegiatan yang diwajibkan. Apa lagi? Aku akan ke rumah Jani. Akhir-akhir ini tatapannya sendu, raut wajahnya sedih, semangatnya tak terpancarkan. Aku hanya ingin memastikan ia baik-baik saja.

Dia pernah bilang ia sangat suka dengan puisi-puisi romantis. Apakah aku harus membuatkannya satu?  Yah, aku harus membuatnya.

Sebuket mawar merah telah berada di genggamanku, tak lupa, secarik kertas berisikan luapan hatiku tentangnya, puisi romantic. Aku menghela nafas, memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumahnya. Ah, aku siap.

“Tuk tuk tuk”

Tak ada jawaban. Aku menoleh ke kanan lalu ke kiri, tak ada orang. Juga seperti tak ada orang didalamnya. Ah, aku ingat! Ada sebuah taman kecil di belakang rumahnya.

Aku melangkah dengan pelan, semakin dekat dengan taman itu, aku bisa mendnegar samar-samar suara Jani. Namun tak sendiri, teman-temannya juga ada. Aku tidak menampakkan diri. Aku bersembunyi di salah satu dinding rumahnya.

“Jadi lu maunya gimana Jani?”

“Kalau gue sih terserah lu aja.” “soalnya lu yang akan jalani.”

“Perjelas dong.”

Aku bisa mendengar itu. Farah, Nana dan Ririn terus bergantian bicara dan bertanya pada Jani. Jani mengendikkan bahunya. Dari samping, wajahnya sangat sedih. Ia lalu mengangkat kepalanya

“gue mau putus. Tapi gue tidak tahu bagaimana dan apa alasan gue mutusin Kemal. gue bingung! Kemal juga sudah sangat baik sama gue! Gue  gak tega.” “Jelasnya, gue sudah tidak tahan membohongi perasaan gue.”

Deg!. Darah yang mengalir dalam tubuhku seketika beku. Nafasku terasa sesak. Dadaku sakit. Aku merasa sangat dingin. Kepalaku berputar-putar. Telingaku tak sanggup lagi untuk mendengar.

Segera aku berlari dari sana. Aku menggenggam sebuket mawar itu dengan kuat sehingga buku-buku jariku memutih. Aku merasa tak berarti apa-apa. Seketika aku merasa tidak pernah dicintai dengan tulus. Meskipun Satria mengatakan aku sosok lelaki yang dikejar-kejar para gadis di sekolah. Tapi tidak dengan Jani!!!

Sakit, hanya sakit!

Aku berlari sekuat tenaga, mencoba mencari nafas baru untuk hidup. Namun tak ku temukan! Nafasku terengah-engah, aku berhenti dan mengatur setiap udara yang masuk dalam hidungku, namun terasa sesak!

Aku menyeka air mata yang terus jatuh dalam langkah cepat ini. Aku ingin teriak, sekua tenaga aku telah mengumpulkannya, ku percepat langkahku, aku berlari sekuat tenaga! Sebuket mawar mewar yang ku genggam erat mulai berjatuhan. Aku tak peduli!

Terus berlari… berlari…

Aku sakit. Aku terpuruk. Karena kamu. Namun aku rindu, oleh sentuhan lembut jemari kecilmu.

***

Kau menoleh sekali lagi, bibirmu bergetar. Tak bersuara, namun terlihat, kau mengatakan kata “Maaf”.

 

Aku menatap langit, bertanya pada awan, teriak pada matahari. Akankah ada jawabnya? Burung-burung pun berkicau, namun yang terdengar adalah namamu.

***

“Aku dapat merasakan hangatnya musim panas..

Namun tak sehangat pelukmu, kasih..

Aku melihat indahnya musim gugur…

Namun aku melihatmu lebih indah, sayang…

Aku tersenyum,

Aku mulai merasa sejuk dengan musim dingin…

Tapi ketahuilah tatapanmu lebih sejuk, kasih…

Dan aku mencoba menggenggammu lebih erat..

Aku ingin memilikimu disetiap waktu yang ada…

Ternyata aku sangat mencintaimu…

Hah! Itu sudah membuatku bahagia…            

Aku tersenyum lagi,

Jani, aku mencintaimu dalam setiap musim yang ada”

Senin, 05 Agustus 2013

Cerpen - Gadis Buta



Gadis Buta
 
Menjadi gadis buta, bukanlah hal yang diinginkan Tasya. Hidup didunia tanpa dapat melihat adalah hal yang sangat ia benci. Termasuk dirinya, ia selalu menganggap dirinya tak ada gunanya. Orang buta itu tak ada gunanya!

Kecuali satu, satu hal yang membuatnya dapat bertahan hidup. Ardin. Lelaki yang selalu menemaninya, memberinya semangat, mengatakan Tasya tak boleh putus asa. Hanya Ardin yang Tasya inginkan.

“Din, Aku ingin menjadi pendamping hidupmu, Aku ingin melihatmu, melihat dunia ini. Bagaimana caranya?”

“Apa kau sangat ingin melihat dunia ini?”

“Iya! Iya!!”

Suatu hari, seseorang mendonorkan kedua matanya untuk Tasya. Betapa bahagianya Tasya dengan pemberian mata itu. Dan ketika Tasya membuka matanya, ia bisa melihat segalanya, segalanya! Termasuk Ardin.

Tapi, betapa terkejutnya ia saat melihat fisik Ardin. Ternyata Ardin juga buta. Ketika Ardin melamar Tasya, Tasya menolaknya mentah-mentah. Tasya kecewa mengapa Ardin juga buta. Ia tak ingin hidup bersama orang buta. Masih ingat? Tasya menganggap orang buta tak ada gunanya!

Dengan sabar, Ardin mencoba menjauh dari hidup Tasya. Rasa kecewa terhadap Tasya, tentu Ardin rasakan. Air mata terus berjatuhan. Ardin tahu, sekarang ia tak boleh menampakkan diri lagi. Setelah merasa telah jauh dari bayangan Tasya, Ardin mengirimkan sebuah surat kepada Tasya melalui tulisan adiknya...

Jaga baik-baik kedua mataku, sayang:’)