“Berhenti makan itu!”
Riani melirik sedikit,
dengan mulut penuh kembang gula ia menyergit. Tanpa peduli ocehan sahabatnya, Riani
tetap mengunyah dengan mantap kembang gula yang berwarna biru muda itu. Tara mencibir
lalu kembali fokus memerhatikan jalanan ibu kota yang sedang dilanda macet. Radio
yang sedang memutar lagu Stay – Miley
Cyrus mengiringi perjalanan mereka kembali ke rumah Riani.
“Rin, kebanyakan makan
gula itu ga baik. Terlalu manis, bikin gigi kamu berlubang. Kamu mau ga punya
gigi?” Ucap Tara tanpa menoleh ke Riani.
Riani tersenyum, “lagunya
enak yah!”
“Riani!” Kali ini Tara
sengaja memperlambat laju mobil dan menatap Riani tajam. “Aku serius bicara
gini. Kamu tuh yah, udah gede, udah pengen nikah, tetep aja makan kembang gula!
Kalau kamu kena penyakit gula gimana? Trus gigi kamu berlubang, copot satu-satu
gimana? Emang kamu kira Guntur bakalan mau sama cewe yang ga punya gigi?”
“Tara... kamu santai aja
kenapa sih? Lagian kamu udah tahu kan aku suka banget sama yang manis-manis? Wajar
dong kalau aku sering makan kembang gula. Lagian, kalau kita pengen mendapatkan
apa yang kita mau, kita harus mengorbankan sesuatu. Jadi ga apa-apalah kalau yang aku korbanin itu
gigi aku... “ Jawab Riani enteng.
Tara menggelengkan kepala
cepat. “Ngorbanin gigi? Oh.. jadi kalau pengen dapetin apa yang kita mau, kita
harus berkorban gitu?”
“Ya iyalah, di dunia ini
kan semua ada sebab akibatnya. Jadi kalau kita korbanin sesuatu, pasti kita
akan mendapatkan apa yang kita mau!”
“Ga segitunya juga kali. Ingat,
Guntur itu cowo sempurna, masa punya pasangan ompong!”
“Ihhhh Tara kamu jahat!”
Riani memukul pundak Tara pelan. Tara terkekeh lalu meminta ampun.
“Yaudah maaf deh...”
“Iya.... eh tapi Tar,
kamu udah mesen kembang gula di tempet yang aku tunjukin kemarin kan?”
Tara melirik sebentar
Riani, mencoba tetap fokus untuk menyetir. “Iya sudah. Itu sudah beres.”
“Baguslah kalau sudah...
semoga acara pertunangan lusa berjalan lancar...” Harap Riani.
“Aneh, di acara
pertunangan ada kembang gula! hahaha” Tara tertawa lepas mengejek Riani.
Riani mengeram tapi tidak
mau bekomentar lagi. Semenit kemudian suasana menjadi hening. Lagu di radio
kini berubah menjadi i’m not the only one dari Sam Smith. Jam menunjukkan pukul
enam lewat tujuh belas, membuat jalanan bertambah macet. Mata Riani mulai
sayup-sayup tanda kelelahan.
“Riani... kamu ngantuk
ya?”
Riani tersenyum kecil, “Ga
kok.”
“Oya Rin.... kamu yakin
bahagia dengan pertunangan ini?” Tanya Tara hati-hati. Tarapun tidak berani
melihat ekspresi Riani.
“Kamu ngomong apa sih?
Kitakan udah sahabatan empat tahun! Kamu tahu aku dan aku tahu kamu! Apalagi yang
kamu takutkan? Oh.. atau jangan-jangan kamu ga suka dengan pertunangan ini?”
“Bukan gitu Rin... aku
takut kamu ga bahagia... lagian masih banyak cowok diluar sana... kenapa
mesti...”
“Kenapa mesti apa? Udah deh.
Ini udah jalan hidup aku Tara! Kita harus terima.” Jawab Riani tegas lalu
memalingkan wajahnya keluar jendela, membelakangi Tara.
“Riani.... aku tahu kamu
ga pengen dengan pertunangan itu...” Ucap Tara dengan volume nyaris tak
terdengar.
Riani hanya diam. Diam. Namun
dibalik diamnya, Riani menyimpan sejuta rahasia yang mungkin Tara tahu namun
pura-pura tidak peduli. Hatinya memang selalu sesak jika mengingat
pertunangannya yang tinggal menghitung hari. Apalagi, pertunangan yang tidak
didasari oleh cinta. Dan entah mengapa, Riani selalu tidak bisa menahan air
matanya jika mengingat perasaannya yang memang untuk orang lain.
***
Riani membuka matanya
pelan. Bulu mata yang baru saja terpasang membuat kelopak matanya terasa susah
diangkat. Ia tersenyum puas melihat hasil make up sepupunya yang memang
mempunyai salon pribadi.
“Kamu sudah siap menjadi
pusat perhatian!” Puji Naomi, sepupunya.
“Terma kasih Naomi.”
Jawab Riani dengan senyuman manis.
Naomi kemudian keluar
dari kamar. Riani menatap dirinya dibalik cermin besar kamar Ibunya. Ada sesuatu
yang Riani cemaskan. Riani sangat ingin tersenyum dan tertawa dihari bahagianya
ini, tapi entah mengapa ada sesuatu yang ia cemaskan. Ada sesuatu yang ia
takutkan.
Apakah bertunangan
dengannya adalah keputusan yang tepat?
***
Ibu dan Ayah Riani
menggandeng Riani menuju tempat berlangsungnya pertunangan, tepat dibelakang
rumahnya. Riani melewati kolam renang yang penuh pantulan bintang, kolam yang
selalu ia pakai bersama Tara. Riani lalu melewati sebuah gasebo kecil berwarna
putih tempat bercanda guraunya bersama Tara. Ah, Riani tidak menyangka, kalau
mereka sudah dewasa.
Semua orang yang ikut
meramaikan acara pertunangan Riani bertepuk tangan ketika Riani sudah sampai
didepan meja besar berisikan kue cantik berwarna putih-merah muda. Ketika Riani
menengok ke samping kanan, terlihat jelas ada banyak kembang gula berwana merah
muda dan biru berbentuk hati dan besar. Riani sontak terharu, tak
menyangka kalau Tara memesan kembang gula secantik itu.
Riani kemudian menyebar
pandangan, mencari sosok Tara.
“Ma, Tara mana? Kok telat?”
Bisik Riani ke telinga mama.
“Tara belum ngasih tahu
kamu?” Mama bertanya balik.
“Ngasih tahu apa Ma?”
Riani mulai merasa ada yang aneh.
Tiba-tiba, para tamu
kembali bertepuk tangan dengan keras, Riani mengangkat wajahnya dan melihat
siapa yang datang.
Seseorang berjas hitam
yang digandeng oleh ibunya sedang berjalan mendekati Riani dan Mama. Senyumnya
mengembang ketika melihat Riani begitu cantik malam ini. Tapi, Riani kaku tak
bergerak. Matanya tak bisa berkedip. Mulutnya keluh. Kenapa bisa dia? Kenapa laki-laki
itu GUNTUR? Bukannya lelaki yang akan menjadi tunangan Riani malam ini adalah
Tara? Lalu kenapa bisa Guntur? Kenapa?!
***
Riani gelisah, dengan
cepat matanya mencoba mencari sosok Tara. Tapi terlalu ramai disini. Terlalu banyak
orang, apalagi Riani tergolong pendek sehingga penglihatannya terbatas kalau
sudah dikerumuni oleh orang banyak. Tapi Riani sudah terlambat, Guntur sudah
sampai didepan Riani. Riani hanya bisa tersenyum. Jantungnya berdegup kencang.
Guntur, lelaki yang ia puja puji selama dua tahun belakangan ini sekarang
berdiri tepat didepannya. Lelaki yang memang selalu terselip diantara doa-doa
Riani untuk dijadikan jodoh.
“Kamu kaget kenapa aku? Bukan
Tara?” Tanya Guntur sebelum proses pertunangan dimulai.
“Sangat amat.” Jawab
Riani singkat.
Kini Riani pasrah. Namun disisi
lain ia begitu gembira. Gembira karena doanya selama ini terkabulkan. Tapi,
tetap saja, ini begitu aneh bagi Riani. Kenapa Tara melakukan ini semua?
Riani mencoba melupakan
sejenak tentang sahabatnya itu dan mengikuti proses pertunangannya dengan
tenang.
***
Riani segera menelfon
Tara setelah acara selesai. Tadi, Riani tidak mendapati Tara. Kata mamapun,
Tara enggan untuk menghadiri acara ini karena tidak sanggup melihat acara ini.
“Tara? Kamu dimana? Kenapa
jadi begini sih? Kenapa bukan kamu? Harusnya kan kita sudah tunangan detik ini
juga! Kamu kenapa sih? Kok kamu langsung nyuruh guntur? Kamu harusnya bilang
dulu dong ke aku! Kamu ga yakin bisa bahagiain aku? Atau bagaimana sih? Oh kamu
ga mau punya istri ompong? Tara? Jawab aku!”
Tara tertawa paksa. “Riani...
kamu bawel banget sih... keliatan sekali yah kalau kamu seneng banget sudah
tunangan dengan Guntur... oya, kembang gula yang aku pesen cantik kan?”
Riani mengeram. “Jangan
bahas kembang gula itu dulu Tara! Sekarang aku tanya, Ada apa sih sama kamu? Bukannya
dulu kamu yang selalu nyuruh aku lupain Guntur dan nyuruh aku buka hati untuk
kamu? Trus kenapa pas aku udah terima kamu, kamu malah nyuruh Guntur yang jadi
tunangan aku? Kamu kenapa sih!?”
Tara menghela napas
panjang. “Riani... kamu kan pernah bilang... kalau pengen mendapatkan apa yang
kita mau, kita harus berkorban....”
“Lah terus!?”
“Selama ini yang aku mau
itu Cuma liat kamu bahagia. Itu aja. Dan aku sadar, untuk liat kamu bahagia
itu, yaa relain kamu bersama orang lain. Orang lain yang sangat kamu cintai,
yaitu Guntur.”
Riani terdiam.
“Aku rela korbanin cinta
aku. Asal aku mendapatkan apa yang aku mau, yaitu liat kamu bahagia.”
Mata Riani mulai
berkaca-kaca.
“karena aku tahu Riani...
untuk liat kamu bahagia.... itu ga mesti harus bersama aku.”
"Tara..." Panggil Riani Lirih.
"Oya Rianiku yang manis, Jangan kebanyakan makan kembang gula lagi yah, kasihan Guntur kalau punya istri ompong...."
"Taraaaa"
"Riani, selamat yah... aku ikut bahagiaaa... kamu harus percaya, aku ikut bahagia kok!"
"Makasih Tara untuk semuanya..."
Diujung telepon, Tara berusaha untuk tersenyum meskipun sambil memegangi dadanya yang terasa sangat sesak. Tara tahu ini sakit, tapi Tara sudah melakukan yang hal benar dengan membuat orang yang disayanginya bahagia.
***
Untuk membahagiakan orang
yang kamu sayangi tak selamanya dia harus menjadi milik kamu dulu, membahagiakan
orang yang kita sayangi berarti melakukan apapun yang terbaik untuk dia meskipun
salah satunya adalah merelakan dia pergi bersama orang lain.
Win.
Untuk kalian,
yang telah berani merelakan orang tersayang
menjadi milik orang lain agar kelak dia bahagia.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar