Aku
pernah bilang, aku akan sangat mencintai orang yang suka dengan kucing.
Besoknya, kamu mengajakku ke sebuah taman sakura yang menjadi rumah banyak
kucing. Kamu tahu aku sangat takut dengan kucing sehingga sesekali kamu
memanggil kucing dan sengaja menjahiliku. Seketika aku bersembunyi di belakang
pundakmu. Karenanya, Aku bisa mencium aroma parfummu yang begitu wangi. Mungkin
kamu sangat suka saat aku ketakutan dan memegang erat pundakmu dari belakang,
tapi percayalah aku sangat benci keadaan saat itu.
Aku
memang pernah bilang, aku akan sangat mencintai orang yang suka dengan kucing.
Kamu, orang yang sangat suka dengan kucing dan mampu membuatku terpana. Tapi, disitulah
masalahnya.
***
Selasa, 23 Oktober 2012
“Hari
kamis sudah ke Makassar lagi ya?” Tanya Yura.
Yura
mengangkat sebuah nampan kecil ke meja bundar di depan Esa. Uap dari segelas
cangkir kecil berisikan teh hangat membuat Esa tersadar.
Yura tersenyum manis, “Minum dulu.”
Esa
mengangguk. Dengan pelan ia mengangkat cangkir warna merah itu mendekati bibirnya
yang pucat. Setelah meneguk setengah isi dari teh tersebut, Esa menyandarkan
punggungnya di sofa berbulu milik Yura.
“Aku
sudah capek pulang balik ke Makassar. Harusnya dia tahu kalau aku punya banyak
kerjaan disini.” Jawab Esa.
Yura
hanya diam. Yura tahu kalau Esa lebih dibutuhkan di kota Makassar daripada
tinggal di negara pohon sakura ini. Tapi ada sesuatu yang membuat Yura sulit
melepas Esa. Ada sesuatu yang belum tersempaikan kepada Esa.
“Sa,
kapan balik ke Jepang?” Tanya Yura berhati-hati.
Esa
menatap Yura dengan sebuah senyuman kecil di bibirnya. “Pasti akan kembali.
Tapi aku harus ke Singapore dulu menengok kekasihku.”
Seketika
Yura menundukkan kepala. Matanya yang sipit mulai berkaca-kaca. Tanpa sadar
Yura memukul dadanya pelan. Ada sesuatu yang belum Yura sampaikan sebelum Esa
pulang. Ada sesuatu yang harus Esa tahu.
“Yura,
kalau begitu aku pulang dulu yah. Aku harus membeli oleh-oleh untuk
keluargaku.” Kumis tipis Esa melekuk membentuk senyuman yang mengikut di
bibirnya, “Terima kasih untuk semuanya.”
“Kau
memang patut berterima kasih.” Ucap Yura.
“Jangan
menangis. Aku akan kembali ke Jepang.” Esa bangkit dari sofa dan memeluk pelan
tubuh mungil Yura.
Esa
melonggarkan pelukan dan mengeluarkan secarik kertas dari kantong jaketnya.
“Baca ini ketika kau harus berkunjung ke Makassar.”
“Panduan
tempat rekreasi di Makassar?” Canda Yura.
Esa
menyengir “Lebih dari itu.”
Yura
mengangguk, membuat Esa tersenyum sekali lagi... dan lagi.
***
Minggu, 28 Oktober 2012
Yura
menatap keluar jendela kamarnya. Langit sudah gelap, tanpa ada bintang.
Satu-satunya obyek yang membuat Yura tetap menatap keluar jendela adalah pohon
sakura milik tetangganya. Pohon sakura yang sudah tumbuh besar. Yura
memperkirakan pohon itu sebesar pohon Sakura yang ada di taman selatan kota
Tokyo.
Taman
yang dipenuhi dengan kucing. Kucing yang lucu tapi tetap saja kucing itu
membuat Yura takut. Satu-satunya alasan Yura ingin ke taman itu adalah Esa.
Hanya Esa.
Yura
menatap jam digital yang terpasang di tangannya. Sudah menunjukkan pukul dua
pagi tapi mata Yura belum bisa tertutup. Mungkin matanya rindu melihat sosok
Esa yang sudah tiga hari tak berada di Jepang. Atau mungkin matanya rindu
melihat malam tanpa bintang bersama Esa.
***
Jumat, 2 Nopember 2012
Esa
turun dari pesawat. Ia menyebar pandangannya. Tadinya dia berada di Makassar
tapi sekarang sudah berada di tempat ini. Untuk kesekian kalinya bandara ini
mampu membuat jantung Esa berdegup dengan kencang. Disinilah Esa sekarang, Singapore.
“Kamu
baik-baik saja?” Tanya Ayah tepat di telinga Esa.
Esa
hanya mengangguk. Ia mengikut saja kemanapun Ayahnya membawanya. Mama dan semua
saudara Esa berjalan disamping Esa. Esa tahu kalau kekasihnya itu sangat senang
bila ia membawa seluruh keluarganya. Mungkin agar tidak ada rasa khawatir lagi.
Semua sudah ada disini.
Esa
melirik handphone yang dipegangnya. Yura belum menelpon sampai saat ini. Apa
pentingnya Esa buat Yura? Pikir Esa. Esa hanya bisa tersenyum dan tahu kalau
dia tidak boleh mencintai Yura.
***
Senin, 5 Nopember 2012
Handphone
Yura berdering kencang. Sebuah pesan dari Esa tertulis di layar. Tanpa menunggu
lama Yura langsung meninggalkan cucian piringnya dan mengambil handphone itu di
meja makannya.
“Pesan
dari Esa?”
Yura
membuka pesan itu.
Yura, km baik2 aja
kan?
Kok ga pernah nelpon
sih? Btw skrg Aku sdh sma kekasihku. Kekasihku tambah bawel, nyuruh ini nyuruh
itu. Andai km ad disni, aku pengen dibawain kucing biar aku berani sama kucing!
Merk parfum km apasih?
Baunya wangi bgt. Aku jg pengen nyuruh kekasih aku pke parfum itu. Biar aku
selalu ngerasa kamu ada di sini.
Oya, pohon sakura di
taman ga ditebang kan?
Bales dong.
Tanpa
sadar Yura menangis sambil memegangi dadanya. Yura tidak tahu harus membalas
apa pesan itu.
“Kamu
bodoh banget si Esa! Gimana aku mau nelpon kalau aku tahu kamu lagi dirawat di
Singapore! Gimana dokter kamu itu ga tambah bawel kalau kamu selalu ga mau
minum obat!!! dia cuma nyuruh kamu jaga kesehatan!!!” Yura meneriaki
hanphonennya sendiri.
Air
matanya mengalir tanpa henti membuat Yura kesulitan bicara.
“Andai
kamu tahu, aku juga takut sama kucing! Tapi aku maksa diri aku buat berani biar
kamu suka sama aku!!!”
Yura
terjatuh, ia tak bisa menahan keseimbangan tubuhnya yang dipenuhi emosi rasa
sakit. Esa tidak tahu kalau Yura selalu berusaha menjadi apa yang Esa inginkan.
Tapi Esa selalu bilang, kalau mencintai Yura adalah sebuah masalah.
Masalah
karena Esa tidak bisa selalu ada buat Yura. Masalah karena Esa dan Yura
dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh. Masalah karena Esa hanya sebentar
dikehidupan Yura.
Yura
terus menangis dan mencoba memahami setiap perkataan Esa selama ini. Seketika handphone
Yura berdering lagi, kali ini adik perempuan Esa menelpon.
“Ha-ha
lo?”
“Kak
Yura, kak Yura bisa datang ke Makassar ga besok?” Tanya Sofia pelan.
Yura
diam.
“Esa
minta kakak datang di acara terakhir Esa. Kak.... Esa.....” Suara Sofia
terdengar kabur. Seketika hanya terdengar suara isak tangis disana.
Yura
menjatuhkan telepon dan tahu......
Esa
pernah bilang, ia akan sangat mencintai orang yang suka dengan kucing.
Karenanya Yura berusaha tidak loncat ketika membawa Esa ke taman selatan Tokyo.
Di taman itu Esa selalu bersembunyi di belakang pundak Yura dan saat itu Yura
tahu kalau Esa bisa mencium bau parfumnya.
Esa
pernah bilang, ia punya kekasih. Namanya dr. Jutia. Kekasih itu hanyalah
seorang dokter yang selalu Esa datangi untuk cuci darah. Esa pernah bilang, ada
seseorang yang selalu menunggunya. Esa tahu kalau Orang itu sudah lelah
menunggu. Yura kira yang dimaksud Esa adalah dirinya. Tapi bukan. Yang dimaksud
Esa adalah Tuhan.
Yura
menangis tak karuan. Yura belum sempat mengatakan kalau sebenarnya dia
mencintai Esa. Yura belum menyampaikan kalimat kalau dia tidak mau kehilangan
Esa!
Esa
belum tahu itu, tapi kenapa Esa sudah harus pergi?
Tiba-tiba
Yura teringat akan surat yang diberi Esa. Ia segera mengambil dan membacanya.
Yura, aku sangat
mencintaimu. Entahlah bagaimana perasaanmu. Tapi yang aku tahu mencintaimu
adalah sebuah masalah. Masalah karena ternyata ada sesuatu yang lebih
mencintaiku dan menyuruhku kembali padanya. Jangan marah jika aku sudah kembali
kepadanya. Karena aku tahu kamu curang, Dia sangat suka kucing sedangkan kamu
sebenarnya juga takut kucing sepertiku :p
Jangan tangisi pilihan
Tuhan untukku. Semua yang terjadi adalah yang terbaik buat umatnya.
Oya, Selamat Datang di
Makassar! Disini lah aku lahir, disinilah aku dibesarkan. Tapi, maafkan aku
jika kamu sudah tidak melihatku berjalan di pinggir kota Makassar.
Love you,
Esa Dinata
I like it
BalasHapusi like this words "Jangan tangisi pilihan Tuhan untukku. Semua yang terjadi adalah yang terbaik buat umatnya."
BalasHapus